OLEH : Dr. KH Irfan Aziz, M.Ag
Pengasuh Pondok Pesantren Al Hayatul Islamiyah Kota Malang
مَا اَرَادَتْ هِمَّةُ سَالِكٍ اَنْ تَقِفَ عِنْدَ مَا كُشِفَ لَهَا إِلاَّ وَنَادَتْهُ هَوَاتِفُ الْحَقِيْقَةِ الَّذِى تَطْلُبُ اَمَامَكَ وَلاَ تَبَرَّجَتْ ظَوَاهِرُ المُكَوَّنَاتِ إِلاَّ وَنَادَتْكَ حَقَائِقُهَا اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلاَ تَكْفُرْ
“Bila semangat seorang salik (jalan di jalan Allah) ingin berhenti pada sebagian yang tersingkap baginya, suara-suara hakikat memperingatkannya: “Yang engkau cari masih di depan…!!! “Demikian halnya bila tampak keindahan alam, hakikat alam memperingatkanmu: “Kami hanyalah batu ujian, maka janganlah kamu kufur”.
Saudara seiman dan seagama,
Proses menuju ma’rifatullah adalah proses perjalanan panjang dalam beribadah kepada Allah, hamba yang salik (pencari kebenaran yang hakiki) tidak akan cepat puas akan ketekunan beribadahnya. Karena ia menyadari akan ketidak khusu’annya di dalam berta’abbud kepada Tuhannya. Apabila ia sudah merasa pantas di sebut seorang “ABID” (Ahli beribadah) maka suara batinnya akan membisikinya…!!! “Yang engkau cari masih ada di depan…!!! Jangan berhenti, jangan cepat puas…!!! Ayo terus tingkatkan ibadahmu”. Suara-suara yang demikian akan selalu terngiang pada mata dan telinga batinya. Itulah yang dinamakan bisikan malaikat, hidayah dan ma’unah Allah selalu membimbing dan menghampirinya.
Saudara kaum Muslimin dan Muslimat Rahimakumullah,
Bagi seorang salik (yang berjalan pada kebenaran di jalan Allah) akan menghadapi 1001 ujian, di tengah-tengah pendekatan spiritualnya tidak jarang ia jumpai model dan corak para ahli ibadah, kadang-kadang hampir tidak bisa membedakan mana yang shalih beneran dan yang shalih-shalihan, karena pada kasat mata atau menurut mata dhahirnya orang dijumpainya tergolong orang sakti mandraguna, hebat luar biasa, karena orang yang dilihatnya bisa berjalan di atas air, bisa berlari di udara (ajian selimpi angin) kebal akan senjata tajam, bahkan rambutnya-pun tak mempan dipotong dengan senjata tajam sekalipun. Dan semua dari mereka itu mengaku ini semua berkat bacaan dan ilmu tenaga dalam yang kami lakukan, seolah-olah mereka semua ahli ibadah, ahli puasa, ahli dzikir dan tirakat. Bila si shalih ma’rifatullah ada sebercak atau setitik ketertarikan kepada tingkah polah mereka maka ada suara yang mengingatnya: “Kami hanyalah batu ujian janganlah kamu kufur, lupa akan tujuan semula” yaitu menjadi seorang salik (mencari kebenaran) di jalan Allah.
Ma’asyiral Muslimin yang diberkati Allah,
Ketika hati seorang hamba telah mendapatkan “futuh” (terbukanya hati untuk menerima hidayah Allah) dan mau melakukan pengembaraan di jalan Allah (salik) maka ia tidak akan pernah berhenti kecuali yang dicari (ma’rifatullah) sudah berhasil ia raih. Untuk meraih sukses tentunya dibutuhkan kemauan dan kemampuan yang kuat “Tidak lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan”, sebagaimana kisah pengembaraan Nabi Musa AS. Dalam surat Al-Kahfi ayat 60 :
“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan, atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”.
Memang saudara…!!! Bagi musafir atau salik tidak ada kata akhir mengembara walau sampai menghabiskan usianya itulah yang di namakan “HIMMATUS SAALIKIN” (kemauan yang keras dari hati sang musafir). Musafir atau salik akan berhenti mengembara spiritualnya apabila diberhentikan dalam keberhasilan atau kematian.
Saudara seiman dan seagama yang dirahmati Allah SWT.,
Seorang salik mengembara mencari ridha dan ma’rifatullah apabila berhasil apa yang dicarinya, maka hiruk pikuknya dunia, gemerlap-gemerlipnya alam fana ini malah menjadi suram tidak indah dan tidak menarik pada mata batinnya. Apalagi kalau sampai menggenggam atau menjamahnya ia anggap memegang bara api yang amat sangat panasnya yang dapat membakar dirinya.
Bila mata hati si salik telah di kasyaf (tersingkap dari tirai rahasia) maka ia lebih memilih untuk menghidar dari hiruk pikuknya dunia yang penuh dengan panggung sandiwara, ia menepi dan menyepi dari warna-warninya alam fana, beruzlah bagai ulat yang tidak disukai oleh kebanyakan manusia menjadi kepompong menyendiri pada kesunyian hati untuk mendekatkan diri kepada Allah Rabbul Izzati Yang Maha Tinggi, ia rela meninggalkan sanak famili, bahkan makan dan minumpun tidak ia pikiri demi menemui Tuhan yang selalu ia rindukan.
Saudara…!!! Apabila si salik telah berubah menjadi kupu-kupu semua manusia terbelalak senang dan cinta kepadanya, bahkan ia bisa terbang kemana-mana tanpa menemui susah, apapun ia suka pasti terlaksana, karena Tuhannya Allah Azza Wazalla telah menurutinya dengan ke ridhaan-Nya. Apa yang ia maui Allah turuti yang dulu dicari kini datang sendiri. Namun demikian sang musafir atau si salik tidak pernah berhenti dalam pengembaraan rohaninya, karena ia sadar ini semua Allah berikan sebagai nikmat atau cobaan. Sebagaimana Allah berfirman surat An-Naml ayat 40 :
“Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat Nya) Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”